Friday, November 29, 2013

Iman sama dengan judi?

Kalau Anda melihat iman hanya soal percaya dan tidak percaya dalam arti logika, Anda mau main judi. Kalau Anda mau melihat iman soal kepada siapa Anda mempercayakan diri, Anda dituntut melibatkan diri dalam kepercayaan itu.
Kata-kata dari pastor itu saya ingat meskipun belum ngeh banget maksudnya apa. Gara2nya simpel. Sepulang kerja saya punya janjian dengan teman di gereja Kotabaru itu dan saya sekalian ikut misa saja. Nah, saya temui pastor lagi tapi ini pastor yang beda, keliatan lebih muda banget. Sebenarnya saya mau tanya soal yang saya belum ngerti jawabannya kemarin dulu itu: beragama itu apa.
Tapi dia ini waktu kotbah cerita soal ahli akrobat yang kayaknya diambil dari sini. Memang dia sebut nama Blondin dan di wikipedia ada aneka informasi (apa sih yang ga da di wikipedia?)
Blondin
Setelah saya pikir2 lagi, betul juga ya kalo kita anggap iman itu seperti logika percaya atau tidak, itu ya kayak judi aja. Nanti kepercayaan itu akan hancur kalo kenyataan yang ada gak cocok. Misalnya kita percaya Tuhan ada ato ga, ya udah nanti liat aja ada ato ga. Kapan ngeliatnya? haha... ya ga tau, sekarang tinggal milih aja mau percaya ato enga. Percaya ada surga ato neraka ya silakan, nanti buktiin belakangan.
Tapi itu dia, kata pastor ini, iman itu bukan logika begitu. Iman adalah soal memercayakan diri kepada yang kita imani dan melibatinya dalam hidup kita. Jadi misalnya, saya punya iman bahwa Tuhan itu menghendaki kita mengampuni, saya baru beriman kalo saya bisa mengampuni, karena itu yang dikehendaki Tuhan yang saya percayai. Kalo ga gitu, berarti saya hanya main logika: percaya bahwa Tuhan itu pengampun....
Wah... ternyata berat juga ya kalau mau beriman beneran, lebih gampang main judi: kalo ga menang ya kalah, haha....

Sunday, November 17, 2013

Here we go: beragama itu apa

Sejak pindah ke Jogja ini, beberapa kali saya lewat sebuah gereja yang pada hari Minggu pasti bikin jalan kendaraan tersendat-sendat. Ini gereja Katolik di dekat Stadion Kridosono. Saya ga nemu situs gereja ini tapi ada akunnya di facebook yang mungkin juga ga diupdate di sini. Saya ga kenal orang-orang di situ, tapi karena penasaran juga dengan cerita teman2 di Jakarta: ada misa tiap hari pagi dan sore, trus misanya gak bertele-tele, hahaha... ini yang saya butuhkan. Saya sempatkan ikut misa di situ dan rasanya beruntung karena bisa ketemu dengan pastornya dan sedikit ngobrol. Kotabaru
Saya merasa ada kata-katanya yang mancing pertanyaan: doa itu penting sejauh mendorong orang pada iman yang lebih konkret. Maksudnya apa, bukannya malah doa itu mestinya bikin orang lebih dekat dengan Tuhan ya? Iman yang konkret itu maksudnya gimana.
Untung pastornya ini baik (emangnya ada pastor yang ga baik ya? haha... ada banyak kale'). Sepertinya dia mengulang kotbahnya: lebih konkret bagi hidup kita di masyarakat. dalam tugas, dan sebagainya. Iya ya, sebetulnya itu kan jelas, kok saya sampe ga ngerti iman yang konkret itu maksudnya apa.
Yang menohok itu pertanyaannya yang saya ga bisa jawab karena keburu berangkat kerja: memangnya beragama itu apa?
Wah... ga ngerti juga deh. Mungkin besok2 nemu jawaban.

Wednesday, October 2, 2013

Tabrak Lari

Baru aja beberapa hari lalu terheran-heran dengan kelompok pesepeda tiap Jumat terakhir, sekarang lebih heran lagi dengan peristiwa tabrak lari. Bukan orang yang nabrak trus lari itu yang mengherankan. Kalo itu sih biasa... orang yang ga tanggung jawab itu ada banyak. Ada yang di posisi atas, ada yang di posisi bawah, ada sopir tronton, ada sopir truk, ada pengendara motor, mobil dan lain2. Nah ini giliran korbannya anak yang ikutan JLFR itu.
Bagas
Komentar2 di facebook itu memang kadang jadi hiburan juga. Di gips si Bagas ini emang ada kampanye, tapi ini bukan kampanye parpol yang ujung2nya demi anggota2 parpolnya. Tulisan di gips ini mengingatkan kalo komunitas JLFR itu emang punya kepedulian konkret. Katanya dana terkumpul sekitar satu setengah juta. Ini bukan angka sedikit loh untuk kelompok yang ikatannya ga seperti ikatan keanggotaan parpol. Mereka ga perlu bayar macem2 untuk join. Untuk Bagas pun pastinya ga ada yang maksa supaya mereka kasih duit berapa.
Itu yang bikin aku terheran2. Dari mana datangnya solidaritas kayak gitu, cari muka rasanya ga mungkinlah, pencitraan ala presiden apa lagi. Tapi gimana orang2 yang cuma karena hobi yang sama bisa bikin solidaritas itu keliatan.

Saturday, September 28, 2013

Civil Society: Self-Service

Malam ini aku dihibur oleh rombongan orang yang naik sepeda di jalan Solo. Dari arah Amplaz di sebelah kiri mobilku tiba-tiba nongol sepeda yang setinggi bis tingkat... ternyata di belakangnya ada sepeda2 lain yang bentuknya juga aneh... ada yang malah keliatan kayak kayu dikasih roda. Tapi yang mengejutkan, mereka ini jumlahnya lumayan banyak. Aku ga ngerti kukira ada demo, tapi kenapa ya malam2 gini n pake sepeda n gada banner apa-apa.
Ternyata mereka itu dah lama bikin kegiatan sepedaan jumat malam.
Aku belum cari tau siapa founding fathers kelompok ini, tapi aku salut. Ga tau apa di kota lain ada gerakan seperti ini. Kelompok ini kayaknya dah jalan sekitar setahun. Apa ini gejala Jogja juga kekurangan ruang publik?

Sunday, June 23, 2013

Bahasa: Kesepakatan

Waktu masih tinggal di metropolitan, aku punya teman yang alim setengah mati tapi akhirnya dia terpengaruh juga dengan makian teman-teman. Dikit-dikit kita mengumpat dengan nama binatang (kenapa juga ga pake nama tumbuhan ya...): anjing (lu)! Kebiasaan mendengar kata itu keknya bikin dia juga ikut-ikutan mulai memakai kata itu. Tapi lucunya, dia itu emang dasarnya alim, ga bisa dia bilang anjing... nah pas dia dah omong anjiii.... keknya dia trus nyadar, trus ga bilang anjiiiing... tapi bilang anjiiiiirrrr....
Abis itu temen2 lain yang rada2 alim juga akhirnya malah ikutan omong anjir daripada nyebut anjing. Ada yang lain ganti jadi anjrit...
Nah kalo di Jogja ini umpatan tadi (bahasa Jawanya: pisuhan) jadi asu. Ga tau ya kenapa anjing itu populer di mana-mana. Kenapa sih anjing dipake untuk mengumpat?
Nah di Jogja ini ada bahasa yang lucu dan menarik. Orang sering bilang ini bahasa walikan, dibalik. Apanya yang dibalik? Nah ini aksara Jawa yang kudapat dari sini.
aksara
Nah itu kan ada hanacaraka datasawala padhajayanya magabathanga. Barisnya hanacaraka itu ditukar dengan baris padhajayanya. Baris datasawala ditukar dengan magabathanga. Jadinya kalo kita mau omong kulonuwun jadi nyungodhuthut hahaha....
Yang dulu sering kudengar itu jape methe...cahe dewe... tapi ga tau apa itu betul. Jadinya banyak yang lucu kalau denger ada anak-anak muda yang omong basa walikan itu. Tapi katanya sekarang dah jarang dipake: bubap... haha... susah. Apa anak sekarang mau susah ya? Trendnya kan malah makin gampang makin baik... tapi kukira sih tergantung tujuannya juga; mungkin bahasa walikan ini baik juga untuk membentuk peer group, bikin komunitas dengan bahasa-bahasa tertentu yang mereka sepakati.

Friday, May 31, 2013

Kebutuhan Khusus?

Maksud hati menuangkan pikiran setiap minggu dalam blog, tapi apa daya tangan dipakai untuk kebutuhan lain. Dan kali ini saya merasa beruntung bisa nonton pertunjukan sendratari Ramayana. Sebetulnya sih sendratari ini rutin dipertontonkan untuk publik di dua tempat. Yang satu di Prambanan, yang lainnya di Purawisata. Semuanya bisa disesuaikan dengan longgarnya waktuku dan jadwal pertunjukan yang bisa dilihat di sini.
Tetapi tontonan kemarin lusa itu sangat istimewa karena mengundang kekaguman saya.
Dena upakara
Semua penari itu perempuan dan mereka tuli atau indra pendengarannya gak seperti orang kebanyakan. Kalo saya gak dikasih tau mereka tuli, saya gak kagum sama sekali, malah saya pikir mereka melakukan kesalahan (meskipun saya juga gak tau sih tarian yang bener kayak apa, tapi pokoknya berasa ada kekurangan kecil di sana sini).
Yang saya pikirkan itu, kok mereka bisa melakukan gerakan yang cocok dng musik gamelan? Kan mereka gak dengar? Tentu karena mereka latihan, tapi kayak apa latihannya? Trus, yang melatih itu kayak apa ya kesabarannya? Luar biasa.
Di depan mereka, di antara orang yang memainkan musik gamelan, rupanya ada dirigen yang memberi aba-aba, ada juga asistennya yang memakai tongkat lampu supaya bisa dilihat anak-anak yang selain tuna rungu tapi juga penglihatannya kurang. Mengagumkan. Sesuatu banget. Dan saya puas menontonnya, melihat hasil suguhan suatu proses yang pastinya gak cuma dalam hitungan bulan. Salut untuk mereka semua, kelompok dari Wonosobo, Dena Upakara.