Friday, April 18, 2014

Aku rapopo...

“The wound is the place where the Light enters you.”
Rumi

Saya pernah mendengar cerita orang yang menangis tak kunjung henti. Sampai air matanya tidak dia sadari lagi kapan mengalir dan kapan gak ngalir... Bukan karena sudah mati rasa, tapi karena keseringan matanya keluar banyak air... Tentu bukan lantaran sakit mata... tapi karena pedihnya kehidupan yang ia alami. Ia tidak mampu lagi bercerita. Ia kehabisan kata-kata. Ia mati kata, tapi gak mati gaya... Yang bisa dilakukannya ya hanya meneteskan air mata sambil bekerja. Orang ini masih bisa melakukan kerjaannya sehari-hari, walau disertai dengan menangis... Canggih juga...

Saya tertegun mendengar ceritanya. Dalam hati saya berpikir, mau sampai kapan dia seperti itu? Koq betah banget ya? Saya tentu tidak bertanya langsung... Saya hanya mengamati dan menghitung hari2nya. Pasti dia akan terbiasa dengan penderitaannya itu, lalu akan berhenti menangis. Benar... Kira2 seminggu dia sudah tidak menangis lagi. Apa ya yang mengubahnya jadi meneng

Dia mengatakan demikian, 'Saya sudah nerima... Saya rapopo...' Hadeww... kata itu lagi... aku rapopo...

Ada yang menggelitik di hati, begitu mendengar kata 'aku rapopo'. Aku ga papa... Aku baik-baik saja... Terlepas dari siapa yang mempopulerkan slogan itu, saya salut banget untuknya. Dan untuk yang bisa mengatakan 'aku rapopo' di saat-saat sulit hidupnya, saya saluuuut....!!!



Thursday, April 17, 2014

Selfie gak ya saya?

Selfie, kata yang lagi ngetren di telinga saya akhir2 ini. Bukan lantaran kata itu kedengarannya mirip nama sahabat saya waktu kecil, Selvi. Yang entah ada di dunia mana dia sekarang... Tapi nama dan sikapnya beda banget dengan sahabat saya ini. Selvi gak narsis..gak suka foto2 sendirian. Sedangkan selfie, menurut kamus Oxford, ialah “a photograph that one has taken of oneself, typically one taken with a smartphone or webcam and uploaded to a social media website”. 

Lantaran kenangan pada Selvi, saya tertarik dan ingin merenungkan kata selfie. Pernah suatu hari saya sendirian, ga ada kerjaan. Timbul juga niatan untuk jepret sana jepret sini tampang saya dengan berbagai posisi. Tangan saya rentangkan sejauh mungkin, supaya dapat gambar yang bagus. Kalau gak bagus, ya saya ulang terus sampe bagus... Capek juga. Tapi hasil foto itu saya simpan dan tidak saya unggah ke situs maya atau media sosial, maka bagi saya bukan selfie, menurut definisi Oxford. Tapi kayaknya saya sudah melakukan setengah selfie dan setengah gak selfie. 
Apakah kalo kegiatan itu dilakukan seorang diri, baru dinamakan selfie? Kalau berduaan bagaimana? 
Saya kadang memang merasa malu difoto orang lain, maka saya potret diri saya sendiri. Lumrah kali ya... Sekarang kan banyak hp yang ada kameranya. Itu sarana bagus untuk menjadi selfie. Lalu oke2 saja dong fenomena selfie itu...

Tapi kalo saya renungkan lebih dalam lagi, ada sebuah kejanggalan di sini, tentang kesendirian yang tidak sendiri. Ada niat untuk menyebarkan foto melalui media sosial, ada hasrat narsis yang sudah muncul sejak zaman jebot.
Pada mulanya orang merasa sendirian, mungkin juga kesepian, lalu dia menyalurkan kesendirian dan kesepian itu dengan berfoto narsis. Lantas dia membagi pengalaman kesendirian dan kesepian itu ke khalayak di media sosial, mungkin dengan alasan yang tak tersadari agar dia tak lagi sendiri dan sepi. Sepi hilang, kesendirian lenyap. Orang tidak lagi sepi sendiri. 

Belakangan saya dengar komentar, bahwa selfie itu sebuah penyakit. Wah apa lagi ini? Coba dilirik deh.. http://www.beritateknologi.com/perkumpulan-psikiater-amerika-nyatakan-kebiasaan-selfie-sebagai penyakit-mental/
Kreatif yang seperti ini koq jadi sebuah penyakit ya?






Sunday, April 6, 2014

Gitu kok rahasia....

“Your visions will become clear only when you can look into your own heart. Who looks outside, dreams; who looks inside, awakes.”
C.G. Jung

Sepertinya kalau ada orang bicara kepada saya, ' jangan cerita2 ke orang ya...ini rahasia...' dan di situ bukan hanya saya yang hadir, tapi banyak orang, maka yang ada di kepala saya adalah.. ooh.. orang ini malah sedang bikin pengumuman.. Orang ini mau menjadikan saya sebagai ajang promo untuk menyampaikan kabar itu kepada orang lain. Itu tentu bukan rahasia lagi...

Lucunya hal itu disampaikan oleh boss saya. Si boss ini emang pandai bikin orang jadi corongnya.. Tahun depan kita akan buka pabrik...jangan bilang2 ya...hahaha... Padahal dari tahun kuda gigit besi sampai gigit roti pabrik juga belum dibuat-buat. Apa sih maksudnya?

Saya jadi ingat cerita Anthony de Mello...
Seorang  magang  berlutut untuk dilantik menjadi murid. Guru
membisikkan  suatu  mantra  rahasia  ke  telinganya,  sambil
memberi peringatan kepadanya agar tidak mengatakannya kepada
orang lain.
 
"Apa yang akan terjadi seandainya saya mengatakannya?" sahut
magang itu.
 
Guru  berkata,  "Orang  yang  kauberitahu  mantra  itu  akan
dibebaskan dari belenggu  kebodohan  dan  penderitaan,  akan
tetapi  engkau sendiri akan dikucilkan dari lingkungan murid
dan menderita."
 
Segera sesudah ia mendengar kata-kata ini, magang  itu  lari
ke   tengah-tengah   pasar,  mengumpulkan  orang  banyak  di
sekitarnya dan  memberitahukan  mantra  rahasia  ini  kepada
semua orang.
 
Kemudian  para  murid memberitahukan hal itu kepada guru dan
minta supaya orang itu diusir dari  pertapaan  karena  tidak
taat.
 
Guru  tersenyum dan berkata, "Ia tidak perlu saya ajar lagi.
Tindakannya menunjukkan bahwa ia sendiri adalah guru."
 
                     (DOA SANG KATAK 2, Anthony de Mello SJ,
                        Penerbit Kanisius, Cetakan 12, 1990)

Ada2 aja ya si guru dan si murid... Kalau maksudnya supaya si murid jadi guru juga ya...sebarluaskanlah rahasianya... Atau dengan kata lain jadilah 'ember bocor'... Bocorkan rahasia itu... Tapi resikonya ya dibuang dari dunia persilatan... Hayo siapa berani dapat hadiah tapi 'gak enak'? Siapa yang mau?

Beberapa hari lagi mau nyoblos...ikut pemilu. Saya mau pilih si murid yang pandai membocorkan rahasia dan mau dapet hadiah yang gak enak...yang dapat membebaskan orang dari belenggu kebodohan dan penderitaan, sementara dia sendiri mungkin akan disingkirkan dan hidupnya susah.... Ada gak caleg yang seperti itu ya? Hmmmm...





Wednesday, April 2, 2014

Oleh-oleh dari Jogja... Ojo dumeh...

“Enlightenment is ego's ultimate disappointment.”
Chögyam Trungpa

Akhirnya...bisa juga saya ambil waktu tilik Jogja kembali... kembali ke Jogja untuk memaknai libur. Kesan pertama Jogja makin tambah macet. Kendaraan koq serasa numplek semua di jalan. Lucunya lagi mobil2 yang seliweran itu lumayan banyak yang berplat B, ada juga L, H, DK, KT, BG, W... huruf apa lagi ya, lupa. Begitu cintanya mereka pada Jogja kali ya... Atau karena kangen pada gudegnya doang...hahaha...

Liburan kali ini punya kesan lebih dalem dari sekedar mandi di kolam renang bebas kaporit di Klaten dan pizza lezat di *a*a**a. Selain karena rame ngumpul sama sodara2..juga karena menambahkan beberapa gelintir lagi sodara... Banyak cerita yang saya dapat... Tapi saya bagi yang ini dulu aja deh...

Sodara baru saya ini punya seorang anak laki-laki. Anak Ababil...anak masih labil :) emang orang tua dah gak ababil ya? sami mawon... Kalo anak mungkin masih gampang dibentuk ya... Lah kalo ortu yang ababil gimana dong?
Sodara saya ini sedang bingung dengan permintaan anaknya yang ababil itu. Menurutnya sih anak ini emang jarang minta2...tapi sekalinya minta gak tanggung2. Jarang minta dibelikan sepatu, sekalinya minta ya sepatu basket yang harganya lebih dari setengah juta. Itu baru sepatu...belum yang lain... Seperti cerita beberapa waktu lalu anak ini ribut dengan mbakyunya. Lantaran dia ngerasa hanya sebagai sopir mbakyunya itu. Pas dia mau pakai mobil, dia sering gak kebagian jatah. Nah, proteslah dia kepada simboknya. Minta dibelikan mobil juga. Usianya padahal belum sweet seventeen. Sang simbok mulai gerah dengan permintaan anaknya, tapi dasar kasih seorang ibu tak sepanjang galah toh..tapi kasih ibu sepanjang jalan hihihi...maka ada niatan lah simbok untuk membelikan anaknya sebuah mobil, biar nampak kasihnya yang sepanjang jalan itu...hehehe.

Wehwehweh.....jadi inget deh saya pernah baca tulisan OJO DUMEH... Kira2 artinya apa ya? Istilah itu rasanya 'dalem' juga untuk saya. Saya pernah baca istilah itu ditulis di depan pintu rumah seorang teman. Terus terang saya pengen ngerti artinya. Ya saya tanya teman saya itu... apa toh OJO DUMEH itu? Dijawab 'jangan karena'. Loh koq lucu.. Ya, jangan karena kaya lalu sok beli ini itu...sekarepe dhewe. Ini rumahku...tapi setelah aku keluar dari rumah ini...rumah ini bukan lagi milikku. Harta dan duit yang kita punya juga bukan semata2 milik kita. Jadi gak boleh sembarangan kita belikan sekehendak hati kita. Ojo dumeh juga pelajaran bahwa kita tidak boleh sombong, tidak boleh merasa paling hebat, paling mampu dan sebagainya. Kita semua sama. Oleh Allah, saya dikaruniai banyak harta dan jabatan, tetapi semua itu bukan milik saya. Itu hanya amanah yang diberikan kepada saya. Oleh karena itu saya tidak boleh “Dumeh” . Dumeh kaya saya jadi sombong. Tidak, tidak demikian, saya harus membagi harta saya kepada orang lain yang membutuhkan”. Itu kata teman saya...

Lalu saya tanya...bagaimana kalau saya tidak kaya? Apakah saya boleh minta2 kepada yang kaya? Dijawabnya seperti ini, "Kalau kita tidak kaya, tidak punya jabatan, apakah tidak boleh punya motto ‘Ojo Dumeh”? Menurutku, meskipun kita miskin, kita juga harus bilang ke diri kita “ Ojo dumeh kita miskin, trus kita pesimis, tidak punya semangat hidup dan sejenisnya. Boleh saja kita miskin, tetapi miskin yang terhormat. Jangan sampai karena kemiskinan itu membuat kita jadi peminta – minta. Itu namanya miskin yang tidak terhormat.”
Wealaaah...canggih juga nih temen saya...
Pulang dari Jogja dapet oleh2 OJO DUMEH deh... kayaknya lebih tepat diterjemahkan 'jangan mentang-mentang ya' .... Asik tooo....akurapopo