Lantaran kenangan pada Selvi, saya tertarik dan ingin merenungkan kata selfie. Pernah suatu hari saya sendirian, ga ada kerjaan. Timbul juga niatan untuk jepret sana jepret sini tampang saya dengan berbagai posisi. Tangan saya rentangkan sejauh mungkin, supaya dapat gambar yang bagus. Kalau gak bagus, ya saya ulang terus sampe bagus... Capek juga. Tapi hasil foto itu saya simpan dan tidak saya unggah ke situs maya atau media sosial, maka bagi saya bukan selfie, menurut definisi Oxford. Tapi kayaknya saya sudah melakukan setengah selfie dan setengah gak selfie.
Apakah kalo kegiatan itu dilakukan seorang diri, baru dinamakan selfie? Kalau berduaan bagaimana?
Saya kadang memang merasa malu difoto orang lain, maka saya potret diri saya sendiri. Lumrah kali ya... Sekarang kan banyak hp yang ada kameranya. Itu sarana bagus untuk menjadi selfie. Lalu oke2 saja dong fenomena selfie itu...
Tapi kalo saya renungkan lebih dalam lagi, ada sebuah kejanggalan di sini, tentang kesendirian yang tidak sendiri. Ada niat untuk menyebarkan foto melalui media sosial, ada hasrat narsis yang sudah muncul sejak zaman jebot.
Pada mulanya orang merasa sendirian, mungkin juga kesepian, lalu dia menyalurkan kesendirian dan kesepian itu dengan berfoto narsis. Lantas dia membagi pengalaman kesendirian dan kesepian itu ke khalayak di media sosial, mungkin dengan alasan yang tak tersadari agar dia tak lagi sendiri dan sepi. Sepi hilang, kesendirian lenyap. Orang tidak lagi sepi sendiri.
Belakangan saya dengar komentar, bahwa selfie itu sebuah penyakit. Wah apa lagi ini? Coba dilirik deh.. http://www.beritateknologi.com/perkumpulan-psikiater-amerika-nyatakan-kebiasaan-selfie-sebagai penyakit-mental/

No comments:
Post a Comment